HP itu candu
Stephen
King pernah menulis sebuah novel dengan judul Call, dalam novel horor itu King
mengisahkan tentang wabah mengerikan yang menyebar dengan cepatnya melalui
ponsel alias HP, orang-orang yang lagi asik menelfon tiba-tiba hilang kesadaran
dan menyerang dengan brutal orang lain yang berada disekitarnya, kemudian orang
yang menjadi korban serangan itu juga menjadi brutal dan hilang kesadaran,
adegan selanjutnya adalah dalam jangka waktu yang tidak lama seluruh kota sudah
dikuasai oleh zombie, mayat hidup yang berjalan namun tanpa kesadaran.
Oke,
apa yang ditulis oleh Stephen King itu hanyalah sebuah cerita fiksi, namun
sebenarnya ada hal lain yang ingin disampaikan oleh sang penulis selain sebuah
cerita, seperti kalau kita baca dalam artikel-artikel kesehatan ada bahaya yang
mengancam dari penggunaan HP yang berlebihan, bahaya itu dari mulai dapat
menimbulkan stress, sakit telinga sampai dapat memicu kanker otak dan hal-hal
menakutkan lainnya yang diakibatkan oleh radiasi dari ponsel.
Selain
itu ada pola hubungan sosial yang berubah dengan kemunculan HP ditengah kita,
seingat saya sekitar lima belas tahun yang lalu benda ajaib yang kita sebut
dengan handphone atau ponsel ini merupakan barang mewah, hanya orang-orang kaya
yang memilikinya, harganya mahal kemudian pulsanya juga mahal.
Selain mahal HP pada masa itu juga tidak seramping sekarang, juga
fungsinya hanya untuk telfon dan SMS saja, berbeda dengan HP sekarang yang bisa
dikatakan sebagai gabungan dari bermacam benda dengan fungsi yang beragam sebut
saja komputer, kamera digital, radio, game player, mp3 player, bahkan sampai
peta dan beragam benda lainnya digabungkan menjadi satu dalam benda yang tidak
lagi bernama handphone namun sekarang sudah menjadi smartphone.
Revolusi dari HP jadul menjadi smartphone itu berlangsung dalam
jangka waktu yang relatif singkat, sehingga kita seperti tidak punya waktu
sejenak untuk memberikan edukasi kepada masyarakat khususnya anak-anak dan
remaja pengguna HP, handphone sudah tidak lagi menjadi barang mewah, hampir
semua lapisan masyarakat memilikinya, dari anak-anak hingga orang tua, bahkan terkadang
tidak cukup satu HP namun beberapa HP dikoleksi, bukan karena kebutuhan namun
hanya karena tuntunan mode.
Perlahan namun pasti HP atau smartphone menjadi candu yang
menjangkiti banyak orang, tanda-tandanya bisa kita lihat dengan mudah seperti ketika
orang lupa membawanya akan menjadi gelisah, kalau hilang akan langsung membeli
lagi, bila terjadi kerusakan akan segera diperbaiki, manusia menjadi benar-benar
tidak bisa lepas dari belenggu HP.
Keadaan ini menjadi lebih parah ketika menjangkiti anak-anak dan
remaja.
Keadaan emosi anak-anak dan remaja yang masih labil membuat
kecanduan terhadap HP menjadi semakin berbahaya, HP yang kecanggihan dan
kepraktisannya sudah melebihi komputer itu menjadi benda yang tidak bisa lepas
dari keseharian anak-anak remaja, sehingga dunia yang luas ini dipadatkan dan
dimampatkan kedalam layar kecil 3 – 5 inch, apa yang ada diluar sana hanya
diintip lewat layar ajaib itu.
Apalagi kini marak media sosial seperti Facebook, Twitter, BBM, dan
lain sebagainya yang menjadi bagian tak terpisahkan dari HP, media sosial itu
membuat ketercanduan terhadap HP menjadi lebih keras lagi, karena media sosial
itu kini menjadi ruang bagi eksistensi diri remaja.
Dunia nyata seakan hilang ditelan dunia maya, dalam dunia yang
sudah dikuasai oleh media sosial maka hubungan sosial lama yang lebih manusiawi
berganti menjadi hubungan sosial baru yang mekanistik, anak-anak remaja lebih
tahu kondisi teman-teman Facebooknya dari pada kondisi orang tuanya, lebih
mengikuti apa yang menjadi tranding topic dalam twitter dari pada kabar faktual
dunia sekitarnya, lebih mempercayai broadcast BBM dari pada kata-kata dari
gurunya.
Media
sosial merupakan fenomena baru, sesuatu yang datang membius kita secara
tiba-tiba, mengajak kita menjadi bagian dari komunitas jejaring sosial global,
dan lalu tanpa sadar menghegemoni budaya kita, tutur sapa menjadi lebih mudah
namun sekaligus menjadi lebih sulit, kawan lama yang berjarak ratusan ribu kilometer
dapat dengan mudah saling tukar kabar namun orang-orang terdekat justru menjadi
jauh, media sosial disadari atau tidak telah merubah gaya berkomunikasi kita
dan lama-lama akan merubah budaya sosial kita.
Kini
kita berjalan dengan tertunduk bukan karena tawadlu’ tapi karena menatap layar
HP, terlihat diam namun sedang menuliskan sumpah serapah dimedia sosial, tampak
tenang tetapi sedang menumpahkan kebrutalan dalam sebuah game, ada ketaksadaran
yang tidak kita sadari, jika demikian maka jangan-jangan apa yang dituliskan
oleh Stephen King bukan sekedar cerita fiksi belaka namun berlahan-berlahan dan
diam-diam menjadi kenyataan dalam bentuknya yang lebih halus.
Komentar
Posting Komentar