Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

Kenangan yang tergenang

Sejak usia anak-anak dulu sampai sekarang sudah punya anak, saya selalu merasa bahwa separuh jiwa raga saya adalah orang Pabean, meski saya lahir dan besar di Simbangkulon namun sebagian kenangan indah masa kecil saya tercipta di Pabean. Dulu Pabean adalah sebuah desa yang indah, jika kita ingin memasuki desa ini maka hamparan sawah yang luas akan menyambut kita, apalagi kalau pas masa panen keindahannya akan bertambah dengan padi-padi yang menguning, kemudian yang juga khas dari desa ini waktu saya   kecil dulu adalah aroma terasi yang begitu menyengat dibeberapa tempat, kebun-kebun yang lebat juga masih banyak dengan beraneka macam pepohonan yang berbuah segar. Tapi itu dulu. Sekarang desa yang indah ini sudah tergenang rob, air laut yang tiba-tiba naik kedaratan lalu menggenangi sawah, kebun, bahkan rumah-rumah dan jalanan. Kita tidak akan bisa lagi melihat hamparan sawah didesa ini, pohon buah jambu air yang dulu banyak juga perlahan-lahan mati, pengrajin terasi

HP itu candu

Stephen King pernah menulis sebuah novel dengan judul Call, dalam novel horor itu King mengisahkan tentang wabah mengerikan yang menyebar dengan cepatnya melalui ponsel alias HP, orang-orang yang lagi asik menelfon tiba-tiba hilang kesadaran dan menyerang dengan brutal orang lain yang berada disekitarnya, kemudian orang yang menjadi korban serangan itu juga menjadi brutal dan hilang kesadaran, adegan selanjutnya adalah dalam jangka waktu yang tidak lama seluruh kota sudah dikuasai oleh zombie, mayat hidup yang berjalan namun tanpa kesadaran.   Oke, apa yang ditulis oleh Stephen King itu hanyalah sebuah cerita fiksi, namun sebenarnya ada hal lain yang ingin disampaikan oleh sang penulis selain sebuah cerita, seperti kalau kita baca dalam artikel-artikel kesehatan ada bahaya yang mengancam dari penggunaan HP yang berlebihan, bahaya itu dari mulai dapat menimbulkan stress, sakit telinga sampai dapat memicu kanker otak dan hal-hal menakutkan lainnya yang diakibatkan oleh radiasi d

Yatim

Kita selalu punya pilihan untuk menyikapi sebuah tragedi, menghadapinya dengan berani atau menyerah terhadap trauma yang biasanya menyertai sebuah tragedi, dan keluarga kecil itu memilih pilihan yang pertama. Tiga orang bocah kakak beradik, yang sulung belum lulus SD, yang nomer dua baru kelas 4 SD sementara si bungsu bahkan belum masuk TK. Dipagi yang cerah itu mereka mendapati kenyataan yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya, sebuah kabar   yang bahkan membuat sang ibu jatuh pingsan, sanak saudara berurai air mata, kabar itu adalah bahwa sang ayah yang baru berusia 37 tahun meninggal secara mendadak. Dalam waktu singkat bocah-bocah itu menjadi anak yatim. Setelah pagi yang memilukan itu sang ibu selama beberapa hari terus larut dalam kesedihan, namun kemudian perempuan muda yang belum genap berusia 35 tahun itu memilih untuk tegar setelah sadar bahwa ada tiga bocah yatim yang menjadi tanggungannya. Si Sulung yang pendiam dan pemalu tanpa dia sadari sepenuhnya