Hotpant
Akhir-akhir ini banyak sekali cewek yang hobi
memakai hotpant, yang saya heran kenapa mereka kok tidak kedinginan ketika
memakainya pada malam hari yang dingin atau tidak takut kepanasan dan kulitnya
menjadi hitam legam jika memakainya ditengah terik matahari, kadang-kadang agar
dibilang keren memang butuh pengorbanan, mungkin itulah yang membuat cewek-cewek
hotpant itu mau kedinginan dan kepanasan, yang penting mereka tampak modis,
seksi, sekaligus keren.
Tentang definisi modis dan keren sendiri kalau
menurut saya relatif, tergantung musim,
kalau pas musimnya celana pensil maka yang modis dan keren ya celana pensil,
kalau pas musimnya rambut rebonding ya yang modis dan keren jelas rambut lurus
hasil rebondingan (kalau lurus alami itu mah ndeso) nah sekarang lagi musimnya
hotpant (apalagi ditambah demam girls band) jadi yang modis dan keren ya
hotpant. Jadi penentu sesuatu itu dianggap keren atau ndeso bukan kita sendiri,
tapi yang menentukan adalah “musim”.
Nah ‘musim” mode itu sendiri tidak muncul
secara alami seperti halnya musim duren atau musim mangga, namun kemunculannya
ada yang menggerakkan, sesuatu yang cukup kuat dan juga cerdas hingga mampu
mengendalikan pikiran dan laku sesorang, the invisible hand dibalik
segala perubahan dan perkembangan mode itu adalah bagian dari kekuatan “sihir”
kapitalisme global, lagi-lagi akumulasi modal adalah motif utama mengapa
mode-mode fashion terus berubah. Kekuatan
“sihir” itulah yang membuat kita tak lagi mampu membedakan antara kebutuhan dan
keinginan, selain itu juga menyeragamkan keragaman alami dari setiap budaya
yang ada di dunia.
Salah satu bukti dari kekuatan yang
menyeragamkan itu adalah munculnya cewek-cewek berhotpant, diluar masalah
apakah hotpant itu halal atau haram menurut agama (halal atau haram? Anak MI
juga sudah tahu jawabannya) Hotpant merupakan produk dari budaya luar (Barat)
yang kemudian menjadi bagian dari budaya global sebuah budaya yang seragam.
Dengan keseragaman itu maka tidak ada lagi
perbedaan antara cewek Indonesia dengan cewek Amerika atau dengan cewek Eropa
ataupun dengan cewek Korea (yang Girls Band dan Boy Bandnya sedang digilai di
Indonesia) dan itu tidak hanya bermakna homogenitas an sich namun lebih
dari itu ini bermakna juga sebuah hegemoni budaya global yang merupakan salah
satu bagian integral dari kapitalisme global atas budaya lokal.
Komentar
Posting Komentar