Tak Perlu Melarang Irshad Manji
Baru-baru ini diskusi dan bendah buku Irshad
Manji yang berjudul Allah: liberty and love, menuai kontroversi sampai
tindak kekerasan. Dimulai dari pembubaran diskusi di Salihara yang anehnya
Polisi yang seharusnya melindungi malah ikut membubarkan paksa diskusi ini,
kemudian percobaan pembubaran diskusi di Kantor AJI, di kantor AJI pembubaran
urung terjadi karena telah lebih dulu dijaga puluhan Banser, sampai yang lebih
parah terjadi di Kantor LKIS Yogyakarta ketika diskusi sedang berlangsung
ratusan orang menyerbu masuk dan mengobrak abrik ruangan diskusi, sampai-sampai
perguruan tinggi sekaliber UGM pun akhirnya membatalkan diskusi yang rencananya
akan dilakukan di UGM alasanya karena masalah keamanan.
Saya tidak tahu siapa Irshad Manji yang saya
tahu hanya katanya dia adalah seorang feminis Muslim Kanada, saya juga belum
membaca buku yang dipromosikannya, sama dengan orang-orang yang teriak-teriak
dan ngamuk-ngamuk menolak diskusi itu berlangsung. Hanya saja mendengar berita
ini saya langsung teringat dengan masa orde baru dimana kebebasan pendapat
dicekal dan dibungkam secara habis-habisan.
Kontroversi itu terjadi karena katanya, Irshad
Manji adalah seorang pendukung perkawinan sesama jenis alias Gay dan Lesbian,
dan kedatangannya ke Indonesia adalah untuk menularkan pemikirannya di
Indonesia. Itu baru katanya, sebab yang mengatakan itu memilih untuk ngamuk
lebih dulu dari pada ikut diskusi kemudian mendebat pemikiran sesat sang
penulis.
Dulu waktu orba masih berkuasa, banyak sekali
buku-buku yang dilarang beredar alasanya macem-macem yang jelas buku-buku yang
dilarang itu tidak sesuai dengan selera sang penguasa pada waktu itu. Salah satu
buku-buku yang dilarang itu adalah buku-buku karangan Pramudya Ananta Toer, alas
an pencekalan Pramudya Ananta Toer adalah bahwa dia dianggap antek PKI maka
otomatis buku-bukunya adalah berisi propaganda PKI.
Setelah reformasi Buku-buku Pramudya Anata Toer
bebas beredar, saya membeli beberapa diantaranya, namun saya tidak menemukan
apapun yang dapat menggiring pembaca buku-buku Pramudya untuk menjadi PKI,
termasuk saya yang juga membacanya. Maka sepertinya begitupun para pembaca buku
Irshad Manji mereka tidak akan menjadi gay, lesbi ataupun menjadi pendukung
perkawinan sesama jenis, hanya karena mereka mengikuti diskusi Irshad Manji dan
membaca bukunya.
Melarang sebuah pemikiran berkembang hanya
karena pemikiran itu tidak sesuai dengan apa yang kita anggap sebagai sebuah
kebenaran adalah pola pikir jahiliah, apalagi jika pelarangan itu disertai dengan
tindak kekerasan.
Komentar
Posting Komentar