Belajar
Pernahkah kita renungkan kawan,
mengapa ayat yang pertama kali turun adalah “Iqro”, saya bukan ahli tafsir atau
orang yang menguasai ulumul qur’an maka saya sama sekali tidak punya kapasitas
untuk membahasnya dari sudut pandang tafsir maupun ulumul qur’an, namun saya
sering memikirkan mungkin itu cara Tuhan untuk mengajak kita agar terus
belajar, bacalah, belajarlah.
Belajar adalah sebuah proses, kawan,
hidup ini juga sebuah proses, manusia tidak hanya bertumbuh secara fisik namun
juga berkembang secara psikis, pertumbuhan kita mungkin akan berhenti ketika
kita telah melewati masa kanak-kanak dan remaja, namun perkembangan psikis
kita, pikiran kita, juga hati kita, tidak akan pernah berhenti atau jangan
sampai pernah berhenti, karena jika perkembangan kita berhenti maka proses
kemanusiaan kitapun berhenti, kita tidak akan ada lagi bedanya dengan hewan dan
tumbuhan.
Maka Tuhan menfirmankan “Iqro’”,
bacalah, membaca adalah sebuah proses belajar, proses yang terus menerus
seperti sabda Nabi “minal mahdi ilal lahdi” dari ayunan (lahir) sampai liang
lahat (mati), proses yang tidak mengenal waktu juga proses yang tidak mengenal
ruang maka Nabi juga bersabda “uthlubul ilma walau bissin” tuntutlah ilmu
sampai ke negeri Cina, belajar adalah proses yang melintasi batas ruang dan
waktu.
Tentang belajar sampai mati ada
cerita menarik dari Socrates, filosof yang harus mati dengan cara dipaksa
meminum racun itu, ketika berada dalam penjara menjelang detik-detik
pelaksanaan hukuman, dia mendengar suara musik yang baginya begitu indah, dan
apa yang dia lakukan menjelang kematiannya bukan hanya menikmati alunan musik
itu namun dia ingin mempelajari memainkan musik yang membuatnya terspesona itu,
padahal dia tidak punya lagi banyak waktu, namun rasa ingin tahunya terhadap
banyak hal tak pernah mati.
Kawan, belajar bukan hanya tentang
ruang kelas atau gedung sekolah atau kampus atau pesantren atau tempat kursus,
bukan hanya sebatas itu kawan, semesta alam ini adalah tempat kita belajar, dan
semua orang adalah guru, sehina atau sekeji apapun orang itu, seperti kata imam Syafii “undzur ma qola wala tandzur man qola” lihatlah (perhatikanlah) apa yang
dikatakan jangan lihat siapa yang mengatakan, bahkan imam Syafii juga
mendengarkan nasihat perampok, mungkin kalian juga masih ingat ceritanya.
Sekolah (atau lembaga pendidikan
lain) hanyalah salah satu sarana guna memudahkan kita belajar, karena disekolah
ada kegiatan yang sistematis, metodis dan juga evaluative. Sekolah juga telah
menjalani proses sejarah yang panjang, sehingga sampai hari ini dipercaya
sebagai pengganti orang tua dalam mengasuh anak sehingga kita juga menyebutnya
sebagai almamater (ibu/orang tua yang memberikan ilmu), maka dari itu kita
diwajibkan menghormati guru karena mereka juga orang tua kita, bukan secara
biologis namun secara intelektual dalam beberapa kasus malah sebagai orang tua
spiritual.
O ya kawan, apakah kalian pernah
mendengar asal muasal kata sekolah? sekolah yang kita kenal dewasa ini sejarahnya
berawal dari orang-orang Yunani kuno, ceritanya mereka sering mendatangi
orang-orang bijak dan pandai jika ada waktu luang, mereka belajar berbagai hal
yang mereka butuhkan pada para bijak pandai itu, seiring waktu mereka pun
merasa perlu juga mengajak anak-anak mereka untuk belajar pada para bijak
pandai, mereka melakukan itu semua pada waktu luang atau dalam bahasa latin
disebut skole, skolae atau schole. Jadi arti awal kata sekolah adalah waktu luang
yang digunakan untuk belajar, entah mengapa sekarang sepertinya sekolah justru
menjadi kesibukan tersendiri, bukan menjadi cara mengisi waktu luang seperti
orang Yunani terdahulu.
Saya kadang bingung kawan, dalam
beberapa kali kesempatan mengawasi ulangan semester atau ulangan lainnya, saya
bingung mengapa fenomena menyontek belum juga bisa hilang dari kebiasaan kita,
okelah saya akui dulu saya juga tukang nyontek, namun sebenarnya menyontek
adalah sikap tidak fair play, ibarat dalam permainan catur kita seperti
memindahkan bidak-bidak catur namun tidak sesuai aturan baku permainan catur
hanya dengan tujuan agar kita menang, dengan cara melanggar aturan permainan
seperti itu kemenangan bisa saja dengan mudah kita peroleh, namun dengan cara
seperti itu sebenarnya permainan telah berakhir sebelum raja di skak mati.
Kawan, ulangan apapun jenisnya itu
adalah alat evaluasi, untuk melihat sejauhmana hasil belajar kita apakah telah
sesuai dengan rencana pembelajaran ataukah belum, hasil dari evaluasi itu juga
digunakan oleh guru untuk
mengavaluasi pembelajarannya apakah sudah maksimal atau belum, namun jika kita menyontek
maka evaluasi itu gagal, kita tidak akan mampu melihat sejauh mana penguasaan
materi kita, hal ini seperti memenangkan catur dengan cara memindahkan bidak
tanpa aturan.
Komentar
Posting Komentar